Masih ingat lagu Saykoji yang berjudul online yang booming beberapa
waktu lalu? Sadar atau tidak lagu itu merepresentasikan orientasi
perilaku kebanyakan orang saat ini, termasuk saya. Mulai dari awal kita
membuka kelopak mata kita sampai kita kembali membuka kelopak mata kita
keesokan harinya. Bahkan ada teman
saya yang pernah tidak tidur karena keasyikan berselancar dan
bersosialisasi di forum-forum maya.
Dahulu, ketika fenomena online ini belum segencar saat ini, kita
melewati sekuens yang baku untuk menjalani rutinitas kita setiap hari.
Bangun pagi, mandi, makan, beraktivitas, pulang, tidur, hingga bangun
pada keesokan pagi. Saat ini sekuens tersebut menjadi tidak baku lagi.
Budaya yang tak sadar kita sisipkan sendiri dalam rangkaian aktivitas
harian kita sehingga menjadi : Bangun pagi, meng-update status facebook,
mandi, makan sambil sibuk ber-BBM ria, beraktivitas sambil chat via
Yahoo Messenger, memeriksa email, Posting blog, update status (lagi),
dan tidur. Berapa persentase yang kita habiskan untuk berada di dunia
maya dibandingkan dunia nyata. Silakan cermati dan temukan betapa
orientasi lingkungan kita telah berubah tanpa kita sadari.
Di kantor, kita sibuk ber-YM-an dengan rekan kantor kita yang
ironisnya hanya berbeda tiga meja dari meja kerja kita. Di mal, ketika
kita sedang menghabiskan waktu dengan teman-teman kita telepon seluler
tak pernah lepas dari genggaman sekedar untuk memperbaharui status
facebook kita, men- tweet sesuatu, hingga bercakap-cakap via BBM. Betapa
mengejutkan ketika bahasa verbal berubah menjadi rangkaian tulisan.
Betapa mengejutkan menilik fakta bahwa kita lebih suka mengetik daripada
berbicara untuk berkomunikasi.
Tidak hanya itu, siapa yang bisa menyangkal esensialnya keberadaan email saat ini. Dosen saya pernah berkata, “ Kalian adalah mahasiswa Teknik Informatika. Barangsiapa yang saat ini tidak memiliki alamat email dan akun facebook, saya sarankan anda menulis surat pengunduran diri dari institut ini secepat mungkin. ”Sebegitu pentingnya keberadaan email hingga saat ini segala sesuatu dapat dilakukan via email. Mengirimkan lamaran kerja, melayani klien, hingga bertransaksi jual beli. Bayangkan bila mailserver itu broken. Berapa transaksi yang gagal? Berapa lamaran kerja yang hilang begitu saja? Wow. Tapi begitulah faktanya.
Anda ingin berteman? Gunakanlah Facebook. Anda ingin bertransaksi?
Gunakanlah Paypal. Anda ingin menyapa orang terdekat anda secara live
dan real time? Gunakan Skype. Begitu banyak media yang memungkinkan kita
terhubung satu sama lain dan melakukan sesuatu layaknya di dunia
nyata. Privasi bahkan telah kehilangan eksistensi secara sendirinya.
Hanya dengan online, kita dapat menemukan nama, alamat, nomor ponsel,
email, dan bahkan status hubungan cinta seseorang yang mungkin baru
kita kenal dalam beberapa detik saja. Fantastis memang tapi miris.
Privasi yang menjadi batasan pergaulan kita di dunia nyata bahkan
dirobek habis sehingga yang tersisa adalah keterbukaan informasi
pribadi yang masif di dunia maya.
Akhirnya kita tersadar betapa masifnya efek perkembangan teknologi
informasi saat ini. Kita mengalami ketergantungan yang luar biasa
terhadap gadget dan perangkat-perangkat teknologi informasi lainnya yang
memungkinkan kita terhubung dengan orang lain tanpa mengenal ruang dan
waktu. Teknologi informasi bukan lagi sekedar menjadi tools yang
memudahkan hidup kita akan tetapi telah merasuk dan menjadi bagian dari
gaya hidup kita. Kehidupan kita pelan-pelan bergeser masuk ke dalam
dimensi kehidupan maya yang tak ada lagi sekat dan batas-batas di
dalamnya. Kita bergerak begitu bebas. Kita bahkan dapat memindahkan
kehidupan nyata kita ke dalam dimensi kehidupan maya dalam arti yang
sebenarnya.
Well, sampai kapan ini berakhir? Saya bahkan belum melihat ujung dari
semua ini. Saya melihat fenomena ini cenderung tak akan berakhir,
bahkan lebih sporadis daripada saat ini. Habisnya alamat IP (Internet
Protocol) pun tidak menjadi isu yang meresahkan karena akan ada
trilyunan alamat IPv6 yang dipersiapkan untuk mengantisipasi itu.
Pertanyaannya sekarang, akankah kita sadar bahwa kita harus dapat
memberikan batasan jelas antara nyata dan maya? Jangan sampai terjadi
bahwa kita memiliki ribuan teman di dunia maya tapi tak mengenal satu
teman pun secara intens dan personal di dunia nyata. Bukankah Tuhan
menganugerahkan kehidupan nyata pada kita dan bukannya dunia maya?
sumber :warungit.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar